Merayakan Perpisahan: Sebuah Memorabilia

 

Hallo Blog

Beberapa hari lalu, saya ke Malang untuk menunaikan ibadah pentas sebagai tanda perpisahan saya dengan Teater Lingkar. Sebab ini adalah pentas terakhir, saya ingin memberi yang terbaik. Saya kembali menjadi sutradara. Yeayyy. Selain itu, kini saya juga menulis naskah. Dalam pentas kali ini, saya mengajak satu teman baik saya, Adhit, untuk menulis naskah. Jadi, ada sua naskah yang dipentaskan. Naskah "Ad Infinitum" yang ditulis Adhit dan diperankan oleh Arsya, sedangkan naskah "Anakku Pulang" yang saya tulis sendiri, diperankan oleh Dian. 

Awalnya ego saya mengatakan untuk menyutradarai dua naskah. Namun, karena saya harus menjaga kakak saya di rumah sakit selama hampir satu bulan. Saya menyerahkan posisi sutradara kepada Tamam. Jadi saya mneyutradarai naskah "Ad Infinitum" dan Tamam menyutradarai naskah "Anakku Pulang". Selama proses latihan pun saya hanya bisa membimbing aktor saya melalui google meet, sebab saya memang harus di rumah sakit. Tapi bukan menjadi alasan bahwa pentas ini tidak bisa maksimal. 

Tapi, sepertinya tulisan ini akan membosankan jika saya hanya bercerita bagaimana proses kreatif dalam pentas ini. Perpisahan tidak afdol rasanya tanpa berbicara tentang kenangan. Semoga anda tetap membacanya hingga akhir karena saya akan menceritakan bagaimana perjalanan saya di Teater Lingkar, dengan singat tentunya. 

Mari kita putar waktu ke tahun 2016, di mana saya masih menjadi mahasiswa baru yang tidak punya banyak teman--sebenarnya hingga sekarang juga, sih. Saya memutuskan untuk mendaftarkan diri saya di UKM Teater. Karena saya merasa bahwa apa yang saya miliki tentang teater masih belum kaffah. Singkat cerita, saya memilih untuk bergabung dengan Teater Lingkar. Awal bergabung bersama Lingkar, sepertinya ramai sekali angkatan saya. Ada 16 ekor yang ikut diklat dan yang bertahan hingga demisioner menyisakan dua nama, Saya dan Depoy. Sungguh seleksi alam yang mengerikan. 

Berbicara masalah angkatan, satu hal yang tidak akan saya lupakan, tentunya, adalah pentas generasi. Kami menggarap naskah RT 0 RW 0 karya Iwan Simatupang yang disutradari oleh Babe Mangkujiwo. Saya juga masih ingat siapa saja pemerannya. Fuad sebagai Kakek, Saya sebagai Pincang, Zulham sebagai Bopeng, Kirana sebagai Ina, Andjani sebagai Ani, Depoy sebagai Ati. Masih teringat di benak saya di tengah pentas ada yang masuk ke panggung, yang mana itu tidak pernah ada saat latihan, untuk menawarkan panci, ada yang fogging, ada yang menawarkan kredit kulkas, dan banyak lagi. Sungguh improvisasi yang aduhai. Saya juga masih ingat saya ditampar langsung oleh Ina hingga titit saya diinjak oleh bopeng. Hahaha. Old but gold. 

Ada banyak pentas yang saya ikuti sejak saya bergabung dengan Teater Lingkar. Pentas perdana saya di Lingkar adalah menjadi penata musik di naskah Kalau Boleh Memilih Lagi karya Putu Wijaya untuk lomba Artefac di UNS Surakarta. Lalu ada Pentas Generasi angkatan 2016 yang saya bicarakan di paragraf sebelumnya. Ada juga pentas tunggal Kursi-Kursi Kosong karya Eugene Eunesco dan naskah tetap 3/5 karya Babe Mangkujiwo yang mana saya menjadi penata musik. Pentas naskah Bui karya Akhudiat untuk lomba Festawijaya yang mana saya menjadi aktor lagi. Ada juga pentas generasi 2017 yang menggarap naskah Emosi II karya Sanusi Afandi.Kemudian menjadi penata musik di naskah Pintu Tertutup. Hingga terakhir kali menjadi aktor pada naskah Sayang Ada Orang Lain karya Utuy Tatang Sontani. 

Ohiya pada Pentas Tunggal tahun 2018, saya menjadi Sutradara dan memilih naskah Mengapa Kau Culik Anak Kami karya SGA. Ternyata, menjadi sutradara itu menyenangkan dan memusingkan, tapi itu tidak membuat saya kapok. Kapan lagi saya merasa pusing tapi tetap senang? Namun, pada hari pentas itu sepertinya semesta sedang murung hingga hujan sangat deras. Huhuhuhuhu. Saya tidak menyimpan videonya, tapi kalian bisa lihat di sini untuk melihat after-movie-nya. 

Kemudian, di awal pandemi, saya mendapat kesempatan lagi untuk menjadi sutradara lagi di naskah monolog Prodo Imitatio untuk Teamowijaya dan kebetulan juara 3. Ohiya, nama aktornya Annisa Elok Gimala. Proses yang menarik karena pandemi mengharuskan kami hanya bisa latihan melalui video call. 

Pandemi yang berlangsung sangat lama membuat saya tidak merasakan proses selama waktu yang lama sekali. Hingga pada pertengahan bulan Juni, Faza memberi kabar baik bahwa dia akan mengadakan pentas untuk lomba FTPMN. Singkat cerita, proses itu membangkitkan gairah saya untuk membuat pentas lagi. Ohiya, kita juara 3 di FTPMN. Hihihihi. 

Untuk menutup tulisan ini, sepertinya saya akan berterima kasih satu per satu kepada semua yang membantu saya mewujudkan perpisahan yang indah. 

Foto Pribadi yang diedit menggunakan iPhone 5s dengan layar 4 inch . 

Saya akan mulai dari Faza Aliya, Si Pencari Angin. Terima kasih karena memperbolehkan saya menggunakan Villa Fatimah sekaligus menjadi penata cahaya di pentas kali ini. Ada sedikit kesalahan pencahayaan saat proses take video, tapi tidak masalah karena kami bisa retake. Maklum, Faza yang punya villa. Hehehe. 

Adhit, penganut Post-Gondrongism. Terima kasih sudah merealisasikan perpisahan saya dengan Teater Lingkar dengan menulis naskah "Ad Infinitum" di tengah pengerjaan tugas akhir. Semoga Tuhan memberi kelancaran pada seminar internasional tanggal 13 November nanti. 

Arsya, aktor dengan kemampuan menghafal di atas rata-rata. Terima kasih untuk kerja kerasnya memainkan naskah dari sahabat saya, Adhit, yang kompleks dengan tensi naik turun. Maaf, belum bisa jadi sutradara yang baik, saya hanya bisa jadi sutradara yang keren. Hehehe. 

Dian, Bandar Arak Bali. Terima kasih untuk memainkan naskah pertama saya sekaligus menghidupkan karakter Ibu. Terima kasih juga untuk arak bali yang sungguh enak. Maaf saya harus menyerahkan tanggung jawab sutradara ke Tamam. 

Tamam, seorang dengan tulang punggung terkuat. Terima kasih sudah menggantikan saya selama saya tidak di malang, membimbing Arsya dan Dian, sekaligus menggarap naskah "Anakku Pulang" dengan ciamik. 

Ratih, seorang dengan cita-cita model, dan Zizo, cosplayer tentara. Terima kasih sudah menata musik dengan mengisi nada demi nada untuk menghidupkan suasana. 

Vivi, Pembaca Zodiak, dan Nabila, Pajama Girl. Terima kasih sudah "melukis" Arsya dan Dian dengan indah hingga jauh-jauh belajar ke rumah Mbak Sawol. 

Ambar, si Fast Respon, Virda, wanita dengan jempol terkuat, Maria, si Jago Goyang, dan Andini, si anti-polehan. Terima kasih untuk semua desain, baik poster hingga teaser yang keren di pentas ini. 

Alin, Anak UM. Terima kasih sudah mau direpoti untuk merekam, mendokumentasikan, hingga mengedit video pentas ini. 

Putsav, Pembuat Nasi Goreng, dan Mamat, Manusia 10.000 mah. Terima kasih sudah mengonsep pentas dan membuat semua tampak teratur. 

Terakhir, Elok, Ketum Lingkar dari Bekasi. Terima kasih sudah jauh-jauh ke Malang untuk mendampingi anak-anak selama latihan hingga pentas. Lain kali jangan jatuh dari kursi lagi. 

Pada akhirnya, saya sadar bahwa semua hal memiliki akhir, tapi hal yang membuat akhir terasa menyakitkan adalah tidak adanya kesempatan untuk mengucap selamat tinggal. Tapi, tidak dengan hubungan saya dengan Teater Lingkar. Saya memiliki kesempatan itu. 

Terima kasih untuk Teater Lingkar dengan segala ilmu, kenangan, dan keluarga yang saya dapatkan. Sekali lagi, selamat tinggal. 

Tabik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KIAT MENGHADAPI UMUR 27

Cuti Patah Hati

The One With Not to Fail In Love